definisi Leukemia Akut
Leukemia Akut adalah suatu keganasan primer sumsum tulang
yang berakibat terdesaknya komponen darah abnormal (blastosit), disertai
penyebaran ke organ-organ lain. (Pedoman Diagnosis Dan Terapi Ilmu Kesehatan
Anak. Fakultas Kedokteran Unair & RSUD dr Soetomo
Surabaya,1994).
Etiologi
Penyebab leukemia sampai sekarang belum jelas, tapi beberapa
faktor diduga menjadi penyebab, antara lain :
1.
Genetik
a.
keturunan
a.1. Adanya Penyimpangan Kromosom
Insidensi leukemia meningkat pada
penderita kelainan kongenital, diantaranya pada sindroma Down, sindroma Bloom, Fanconi’s Anemia, sindroma
Wiskott-Aldrich, sindroma Ellis van Creveld, sindroma Kleinfelter, D-Trisomy sindrome, sindroma von
Reckinghausen, dan neurofibromatosis (Wiernik, 1985; Wilson, 1991).
Kelainan-kelainan kongenital ini dikaitkan erat dengan adanya perubahan
informasi gen, misal pada kromosom 21 atau C-group
Trisomy, atau pola kromosom yang tidak stabil, seperti pada aneuploidy.
a.2. Saudara kandung
Dilaporkan adanya resiko leukemia
akut yang tinggi pada kembar identik dimana kasus-kasus leukemia akut terjadi
pada tahun pertama kelahiran. Hal ini berlaku juga pada keluarga dengan
insidensi leukemia yang sangat tinggi (Wiernik,1985).
b.
Faktor Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan di ketahui dapat menyebabkan
kerusakan kromosom dapatan, misal : radiasi, bahan kimia, dan obat-obatan yang
dihubungkan dengan insiden yang meningkat pada leukemia akut, khususnya ANLL
(Wiernik,1985; Wilson, 1991).
2.
Virus
Dalam banyak percobaan telah didapatkan fakta bahwa RNA
virus menyebabkan leukemia pada hewan termasuk primata.
Penelitian pada manusia menemukan adanya RNA dependent DNA polimerase pada
sel-sel leukemia tapi tidak ditemukan pada sel-sel normal dan enzim ini berasal
dari virus tipe C yang merupakan virus RNA yang menyebabkan leukemia pada
hewan. (Wiernik, 1985). Salah satu virus yang terbukti dapat menyebabkan
leukemia pada manusia adalah Human T-Cell Leukemia . Jenis leukemia yang
ditimbulkan adalah Acute T- Cell Leukemia.
Virus ini ditemukan oleh Takatsuki dkk (Kumala, 1999).
3.
Bahan Kimia dan Obat-obatan
a.
Bahan Kimia
Paparan kromis dari bahan kimia (misal : benzen) dihubungkan
dengan peningkatan insidensi leukemia akut, misal pada tukang sepatu yang
sering terpapar benzen. (Wiernik,1985; Wilson, 1991)
Selain benzen beberapa bahan lain dihubungkan dengan resiko
tinggi dari AML, antara lain : produk – produk minyak, cat , ethylene oxide, herbisida, pestisida,
dan ladang elektromagnetik (Fauci, et. al, 1998).
b.
Obat-obatan
Obat-obatan anti neoplastik (misal : alkilator dan inhibitor
topoisomere II) dapat mengakibatkan penyimpangan kromosom yang menyebabkan AML.
Kloramfenikol, fenilbutazon, dan methoxypsoralen dilaporkan menyebabkan kegagalan sumsum tulang yang
lambat laun menjadi AML (Fauci, et. al, 1998).
4.
Radiasi
Hubungan yang erat antara radiasi dan leukemia (ANLL)
ditemukan pada pasien-pasien anxylosing
spondilitis yang mendapat terapi radiasi, dan pada kasus lain seperti
peningkatan insidensi leukemia pada penduduk Jepang yang selamat dari ledakan
bom atom. Peningkatan resiko leukemia ditemui juga pada pasien yang mendapat
terapi radiasi misal : pembesaran thymic,
para pekerja yang terekspos radiasi dan para radiologis .
5.
Leukemia Sekunder
Leukemia yang terjadi setelah perawatan atas penyakit
malignansi lain disebut Secondary Acute
Leukemia ( SAL ) atau treatment
related leukemia. Termasuk diantaranya penyakit Hodgin, limphoma, myeloma,
dan kanker payudara. Hal ini disebabkan karena obat-obatan yang digunakan
termasuk golongan imunosupresif selain
menyebabkan dapat menyebabkan kerusakan DNA .
Patogenesa Leukemia Akut
Blastosit abnormal gagal
berdiferensiasi menjadi bentuk dewasa dan proses pembelahan berlangsung terus.
Sel-sel ini mendesak komponen hemopoitik normal sehingga terjadi kegagalam
fungsi sumsum tulang. Disamping itu, sel-sel abnormal melalui peredaran darah
melakukan infiltrasi ke organ-organ tubuh. (Pedoman Diagnosis Dan Terapi Ilmu
Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran Unair & RSUD dr Soetomo
Surabaya,1994).
Manifestasi klinis penderita
leukemia akut disebabkan adanya penggantian sel pada sumsum tulang oleh sel
leukemik, menyebabkan gangguan produksi sel darah merah. Depresi produksi
platelet yang menyebabkan purpura dan kecenderungan terjadinya perdarahan.
Kegagalan mekanisme pertahanan selular karena penggantian sel darah putih oleh
sel leukemik, yang menyebabkan tingginya kemungkinan untuk infeksi. Infiltrasi
sel-sel leukemik ke organ-organ vital seperti liver dan limpa oleh sel-sel
leukemik yang dapat menyebabkan pembesaran dari organ-organ tersebut. (Cawson,
1982).
Klasifikasi Leukemia Akut
Berdasarkan klasifikasi French American British
(FAB), leukemia akut terbagi menjadi 2 (dua), Acute Limphocytic Leukemia
(ALL) dan Acute Myelogenous Leukemia (AML).
ALL sendiri terbagi menjadi 3, yakni :
-
L1
Sel-sel leukemia terdiri dari
limfoblas yang homogen dan L1 ini banyak menyerang anak-anak.
-
L2
Terdiri dari sel sel limfoblas
yang lebih heterogen bila dibandingkan dengan L1. ALL jenis ini sering diderita
oleh orang dewasa.
-
L3
Terdiri dari limfoblas yang
homogen, dengan karakteristik berupa sel
Burkitt. Terjadi baik pada orang dewasa maupun anak-anak dengan prognosis yang
buruk.
AML terbagi menjadi 8 tipe :
-
Mo ( Acute Undifferentiated Leukemia )
Merupakan bentuk paling tidak matang dari AML, yang
juga disebut sebagai AML dengan diferensiasi minimal.
-
M1 ( Acute Myeloid Leukemia tanpa maturasi )
Merupakan leukemia mieloblastik
klasik yang terjadi hampir seperempat dari kasus AML. Pada AML jenis ini
terdapat gambaran azurophilic granules dan Auer rods. Dan sel
leukemik dibedakan menjadi 2 tipe, tipe 1 tanpa granula dan tipe 2 dengan
granula, dimana tipe 1 dominan di M1.
-
M2 ( Akut Myeloid Leukemia )
Sel leukemik pada M2 memperlihatkan
kematangan yang secara morfologi berbeda, dengan jumlah granulosit dari
promielosit yang berubah menjadi granulosit matang berjumlah lebih dari 10 %.
Jumlah sel leukemik antara 30–90 %. Tapi lebih dari 50 % dari jumlah sel-sel
sumsum tulang di M2 adalah mielosit dan promielosit.
-
M3 ( Acute Promyelocitic Leukemia )
Sel leukemia pada M3 kebanyakan
adalah promielosit dengan granulasi berat, stain mieloperoksidase + yang kuat.
Nukleus bervariasi dalam bentuk maupun ukuran, kadang-kadang berlobul . Sitoplasma
mengandung granula besar, dan beberapa promielosit mengandung granula berbentuk
seperti debu. Adanya Disseminated Intravaskular Coagulation (DIC)
dihubungkan dengan granula-granula abnormal ini .
-
M4 ( Acute Myelomonocytic Leukemia )
Terlihat 2 (dua) type sel, yakni
granulositik dan monositik, serta sel-sel leukemik lebih dari 30 % dari sel
yang bukan eritroit. M4 mirip dengan M1, dibedakan dengan cara 20% dari sel yang bukan eritroit adalah sel
pada jalur monositik, dengan tahapan maturasi yang berbeda-beda.
Jumlah monosit pada darah tepi
lebih dari 5000 /uL. Tanda lain dari M4 adalah peningkatan proporsi dari
eosinofil di sumsum tulang, lebih dari 5% darisel yang bukan eritroit, disebut
dengan M4 dengan eoshinophilia. Pasien–pasien dengan AML type M4
mempunyai respon terhadap kemoterapi-induksi standar.
-
M5 ( Acute Monocytic Leukemia )
Pada M5 terdapat lebih dari 80%
dari sel yang bukan eritroit adalah monoblas, promonosit, dan monosit. Terbagi
menjadi dua, M5a dimana sel monosit dominan adalah monoblas, sedang pada M5b
adalah promonosit dan monosit. M5a jarang terjadi dan hasil perawatannya cukup
baik.
-
M6 ( Erythroleukemia )
Sumsum tulang terdiri lebih dari
50% eritroblas dengan derajat berbeda dari gambaran morfologi Bizzare.
Eritroblas ini mempunyai gambaran morfologi abnormal berupa bentuk multinukleat
yang raksasa. Perubahan megaloblastik
ini terkait dengan maturasi yang tidak sejalan antara nukleus dan
sitoplasma . M6 disebut Myelodisplastic
Syndrome ( MDS ) jika sel leukemik kurang dari 30% dari sel yang bukan
eritroit . M6 jarang terjadi dan biasanya kambuhan terhadap kemoterapi-induksi
standar.
-
M7 ( Acute Megakaryocytic Leukemia )
Beberapa sel tampak berbentuk
promegakariosit/megakariosit.
( Yoshida, 1998; Wetzler dan
Bloomfield, 1998 ).
Manifestasi Klinis leukemia Akut
Gejala klinis yang paling sering dijumpai adalah :
-
Anemia : pucat, mudah lelah, kadang-kadang sesak nafas.
-
Leukopenia (karena penurunan fungsi) : infeksi lokal
atau umum (sepsis) dengan gejala panas badan (Demam) dan penurunan keadaan
umum.
-
Trombositopeni : Perdarahan kulit, mukosa dan tempat-
tempat lain.
Akibat infiltrasi ke organ lain :
-
Nyeri tulang.
-
Pembesaran kelenjar getah bening.
-
Hepatomegali dan splenomegali
(Pedoman Diagnosis Dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak.
Fakultas Kedokteran Unair & RSUD dr Soetomo Surabaya,1994).
Gejala lain seperti Purpura, epistaksis ( sering ),
hematoma, infeksi oropharingeal, pembesaran nodus limfatikus, lemah ( weakness
), faringitis, gejala mirip flu ( flu like syndrome ) yang merupakan
manifestasi klinis awal, limfadenopati, ikterus kejang sampai koma (Cawson
1982; De Vita Jr,1985, Archida, 1987, Lister, 1990, Rubin,1992).
pemeriksaan dan Diagnosis MEDIS Leukemia Akut
Penegakan diagnosa leukemia akut
dilakukan dengan berdasarkan pada anamnesa, pemeriksaan klinis, pemeriksaan
darah dan pemeriksaan sumsum tulang pada beberapa kasus.
Pada pemeriksaan darah, sel darah putih menunjukkan adanya
kenaikan jumlah, penurunan jumlah, maupun normal.
Pemeriksaan trombosit menunjukkan penurunan jumlah.
Pemeriksaan hemoglobin menunjukkan penurunan nilai (De Vita
Jr, 1993). Pemeriksaan sel darah merah menunjukkan penurunan jumlah dan
kelainan morfologi (Cawson, 1982 ; De Vita Jr, 1993 ).
Adanya sel leukemik sejumlah 5 % cukup untuk mendiagnosa
kelainan darah sebagai leukemia, tapi sering dipakai nilai yang mencapai 25 %
atau lebih (Altman J.A.,1988 cit De Vita Jr, 1993).
Pemeriksaan dengan pewarnaan Sudan Black, PAS, dan
mieloperoksidase untuk pembedaan AML dan ALL, (De Vita Jr,
1993 ; Boediwarsono, 1996 ; Yoshida, 1996).
Hapusan darah : normokrom, normositer, hampir selalu
dijumpai blastosit abnormal.
Sumsum tulang hiperseluler, hampir selalu penuh dengan
blastosit abnormal, sistem hemopoitik normal terdesak.
(Pedoman Diagnosis Dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak.
Fakultas Kedokteran Unair & RSUD dr Soetomo Surabaya,1994).
Diagnosis Medis
ü
Bila ditemukan kumpulan gejala : anemia,
perdarahan, pembesaran kelenjar getah bening dan hepatosplenomegali,
pemeriksaan darah tepi.
ü
Bila dari pemeriksaan darah tepi ada kecurigaan
akan leukemia, periksalah sumsum tulang.
Kelainan Rongga Mulut Yang Berhubungan Dengan Leukemia
Akut
Kelainan rongga mulut disini
adalah kelainan – kelainan yang timbul pada rongga mulut penderita leukemia
akut, diantaranya adalah :
Pembengkakan gusi
Pembengkakan gusi berupa
pembengkakan papila dan margin gusi. Pembengkakan ini terjadi akibat infiltrasi
sel leukemik di dalam lapisan retikular mukosa mulut , di buktikan dari hasil
biopsi dan FNAB mukosa rongga mulut (Nugroho, 1991; Berkovitz 1995). Mukosa
mulut yang mengalami infiltrasi sel leukemik adalah mukosa yang sering
mengalami trauma minor, misal mukosa sepanjang garis oklusi, palatum, lidah dan
sudut mulut (Rusliyanto, 1986; Glickman, 1958 cit Berkovitz 1995). Gejala ini
ditemukan pada 14,28 % penderita leukemia (Archida, 1987) dan khas pada
leukemia monositik dan mielomonositik akut (Rusliyanto, 1980; Wiernik, 1985 ;
Berkovitz, 1995). Pembesaran gusi ini juga diduga diakibatkan oleh inflamasi
kronis yang disebabkan oleh plak, berupa inflamasi karena gingivitis kronis
derajat ringan yang juga ditemui pada gusi yang sehat secara klinis (Widjaja,
1992; Moughal et al, 1991 cit Berkovitz 1995).
Perdarahan
Perdarahan pada kasus leukemia
bisa berupa petekie, ekimosis maupun perdarahan spontan (Lister, 1990). Sering
terjadi pada kasus-kasus leukemia akut yang disertai penurunan jumlah trombosit
(trombositopeni) serta keabnormalan morfologi dan fungsi trombosit (Widmann,
1995). Trombosit merupakan komponen penting dalam proses pembekuan darah, yaitu
berfungsi untuk membentuk sumbat trombosit. Sumbat trombosit berasal dari
agregrasi trombosit yang menutup robekan pembuluh darah. Trombosit juga
berperan terhadap aktivasi fibrinogen menjadi fibrin yang merupakan sumbat
tetap dalam proses pembekuan darah. Penurunan jumlah trombosit (trombositopeni)
serta keabnormalan morfologi dan fungsi trombosit akan mengakibatkan
kecenderungan perdarahanan (Guyton, 1994; Ganiswara, 1995). Perdarahan
diakibatkan juga karena kerusakan pembuluh darah. Kerusakan pembuluh darah
diakibatkan oleh rupturnya kapiler. Darah meningkatnya viskositasnya akibat
adanya sel leukemik dengan konsentrasi tinggi. Kondisi ini menyebabkan tekanan
intra kapiler darah meningkat. aliran darah yang seharusnya ke sisi bertekanan
rendah terhalang karena infiltrasi sel leukemik yang membentuk emboli.
Penghentian aliran darah dengan viskositas dan tekanan tinggi ini menyebabkan
pembuluh darah kapiler ruptur (Wiernik, 1985). Kebersihan rongga mulut yang
buruk, jaringan periodontal yang tidak sehat dan iritasi lokal diduga menjadi
penyebab lain dari perdarahan rongga mulut (Wezler, 1991; Nugroho 1998).
Kondisi lokal rongga mulut yang buruk, dapat menyebabkan keradangan dan
berakibat mudah terjadi perdarahan .
Ulserasi
Ulserasi pada rongga mulut
penderita leukemia akut diduga disebabkan karena adanya kegagalan mekanisme
pertahanan tubuh. Neutrofil mengalami penurunan fungsi berupa kegagalan
fagositosis dan migrasi . Pada kondisi ini trauma yang kecil pun dapat
menyebabkan terjadinya ulser ( Rusliyanto, 1986 ).
Jumlah sel leukemik yang banyak pada darah tepi dapat
menyebabkan statis pembuluh darah kecil sehingga terjadi anemia (Burket, 1940
cit Berkovitz , 1995, Sinrod, 1957 cit Berkovitz , 1995 ; Bodey, 1971 cit
Berkovitz , 1995 ; Segelman dan Doku, 1977, cit Berkovitz , 1995) selanjutnya
terjadi nekrosis dan ulkus (Rusliyanto, 1986).
Limfadenopati
limfadenopati berupa pembesaran
kelenjar limfe, terjadi akibat adanya infiltrasi sel leukemik ke dalam kelenjar
limfe (Lister, 1990; Rusliyanto, 1986; Berkovitz, 1995) dan juga diduga adalah
limfadenitis reaktif sebagai proses pertahanan tubuh terhadap tubuh terhadap
radang yang merupakan proses fisiologis tubuh (Rubbins dan Khumar, 1992).
Menurut Guyton et. al. (1994) limfadenopati ini juga terjadi akibat adanya proses
hematopoeisis ekstra medular pada nodus limfatikus. Hematopoesis yang pada usia
dewasa seharusnya terjadi pada sumsum tulang, terganggu karena sel leukemik
dari proses multiplikasi sel prekursor leukemik mempunyai masa hidup yang lebih
lama, menginfiltasi sumsum tulang serta mendesak sel-sel normal. Pernyataan
Guyton ini didukung oleh W.F. Ganong (1995) yang menyatakan bahwa hematopoesis
ekstra medular dapat terjadi pada usia dewasa akibat adanya penyakit yang
menyebabkan fibrosis atau kerusakan sumsum tulang . Pembesaran ini mampu
mencapai ukuran sebesar telur ayam
(Pitojo S, 1992) .
Infeksi
Infeksi sangat sering terjadi
pada penderita leukemia akut, baik infeksi jamur, bakteri maupun infeksi virus
. Kondisi ini diakibatkan oleh kegagalan mekanisme pertahanan tubuh untuk
menanggulangi infeksi . Pada penderita leukemia akut terjadi neutropenia
(Barret, 1986) dan neutrofil itu sendiri
mengalami penurunan fungsi berupa kegagalan fagositosis dan migrasi (Rusliyanto,
1986; Berkovitz, 1995). Infeksi jamur yang paling banyak dijumpai adalah
infeksi jamur Candida Albicans yang
mencapai 60 % pada penderita ALL (Reskiasih, 2000 ) . Infeksi jamur kandida
secara klinis dapat dijumpai berupa lesi putih maupun lesi merah . Lesi putih
berupa warna yang lebih putih dari jaringan disekelilingnya, lebih tinggi dari
sekitarnya, lebih kasar atau memiliki tekstur yang berbeda dari jaringan normal
yang ada di sekelilingnya. Lesi putih -ini bisa merupakan lesi yang keratotik
atau non keratotik berdasarkan kemudahan diangkat dengan gosokan atau kerokan
lembut. Lesi yang sulit / tidak bisa diangkat dengan gosokan atau kerokan
lembut dianggap sudah melibatkan penebalan epitel mukosa dan mungkin sebagai
akibat dari mengangkatnya ketebalan lapisan yang berkeratosis (hiperkeratosis)
dan disebut lesi keratotik. Lesi yang mudah diangkat dan seringkali menimbulkan
suatu daerah yang kasar atau sedikit kemerahan dari mukosa bisa berupa debris
atau peradangan pada pseudomembranous mukosa mulut yang disebut lesi non
keratotik. Lesi akibat infeksi jamur Kandida seringkali dikaitkan dengan
keradangan pada pseudomembranous mukosa atau ikut berperan dalam etiologi lesi
hiperkeratotik walaupun dapat berupa lesi putih yang disertai lesi
hipokeratotik. Infeksi jamur yang lain dapat berupa angular cheilitis,
dan median rhomboid glossitis (Brightment,1993).
Infeksi bakteri gram negatif yang menyebabkan pneumonia sangat sering terjadi.
Dan satu-satunya tanda klinis yang biasa dijumpai adalah demam (Wiernik; 1985).
Infeksi virus yang sering ditemui adalah infeksi Herpes Zoster yang mempunyai
prosentase cukup tinggi yaitu 40 % pada penderita leukemia akut jenis AML dan
30 % leukemia akut jenis ALL (Barret,1986). Salah satu komplikasi infeksi,
yaitu sepsis merupakan penyebab kematian terbesar pada penderita leukemia akut
yang mencapai 52,63 % (Archida, 1987)
penatalaksanan MEDIS
Perbaiki keadaan umum :
-
Anemia : transfusi sel darah merak padat (PRC) 10 ml/kg
BB/dosis, hingga Hb 12 g/dl.
-
Perdarahan hebat : transfusi darah sesuai jumlah yang
hilang, bila perlu dapat diberi transfusi trombosit (biasanya diperlukan bila
jumlah trombosit < 10.000/mm3).
-
Infeksi sekunder : bila dapat lakukan biakan kuman
(dari bisul, air kemih, darah, cairan serebro spinal) dan segera mulai dengan
antibiotika spektrum luas/dosis tinggi, sesuai dengan dugaan kuman penyebab.
-
Status gizi perlu diperhatikan/diperbaiki.
Pengobatan sfesifik :
-
Protokol untuk LLA :
v
Fase Induksi remisi.
Berikan kombinasi 1 + 2 + 3a atau 1 + 2 + 3b.
1.
Vinkristin 1,5 mg/M2 (luas permukaan tubuh), 1 kali
seminggu I. V. selama 6 minggu.
2.
Prednison 50 mg/M2/24 jam peroral dibagi tiga dosis,
setiap hari selama 6 minggu.
3.
a. Daunomisin 45
mg/M2/dosis I. V. diberikan hanya pada hari ke I, II, III atau Adriablastin 40
mg/M2/dosis I. V. diberikan hanya pada hari ke I, II, III atau
3.
b. Asparaginase
(protokol khusus).
v
Fase pencegahan penyebaran ke sistem syaraf
pusat.
Metotreksat intratekal 10
mg/M2/dosis, 1 kali seminggu, selama 5 minggu.
v
Fase pemeliharaan
Berikan kombinasi
1.
6 merkaptopurin 75 mg/M2/dosis per oral 1 kali sehari.
2.
Metotreksat 20 mg/M2/minggu per oral, dibagi 2 dosis
(Senin + Kamis). Pengobatan diteruskan hingga 2 – 3 tahin.
-
Protokol untuk LMA :
Untuk jenis LMA, protokol yang dipakai bervariasi, terdiri
dari bermacam-macam kombinasi obat, seperti :
v
Sitosin arabinosid + daunomisin + 6 tioguanin.
v
Prednison + vinkristin + metotreksat +
merkaptopurin.
komplikasi
Penyulit yang paling sering didapatkan adalah :
Ø
Perdarahan.
Ø
Sepsis.
prognosis
Prognosis tidak baik. Angka kematian tinggi.
PENGKAJIAN
Faktor-faktor apa yang
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak
a.
Faktor Keturunan ;
yaitu faktor gen yang diturunkan dari kedua orang tuanya.
b.
Faktor Hormonal ;
banyak hormon yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak,
namun yang paling berperan adalah Growth Hormon (GH).
c.
Faktor Gizi ;
Setiap sel memerlukan makanan atau gizi yang baik. Untuk mencapai tumbuh
kembang yang baik dibutuhkan gizi yang baik.
d.
Faktor Lingkungan; Terdiri dari lingkungan fisik,
lingkungan biologi dan lingkungan psikososial.
Teori kepribadian anak menurut
Teori Psikoseksual Sigmund Freud meliputi tahap
a.
Fase oral, usia antara 0 - 11/2
Tahun
b.
Fase anal, usia antara 11/2
- 3 Tahun
c.
Fase Falik, usia antara 3 - 5 Tahun
d.
Fase Laten, usia antara 5 - 12 Tahun
e.
Fase Genital, usia antara 12 - 18 Tahun
Tahap-tahap perkembangan anak menurut Teori Psikososial Erik
Erikson.
a.
Bayi (oral) usia
0 - 1 Tahun
b.
Usia bermain (Anal ) yakni 1 - 3 Tahun
c.
Usia prasekolah (Phallic) yakni 3 - 6 Tahun
d.
Usia sekolah (latent) yakni 6 - 12 tahun
e.
Remaja (Genital) yakni 12 tahun lebih
f.
Remaja akhir dan dewasa muda
g.
Dewasa
h.
Dewasa akhir
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
anak
a. Faktor
keturunan (genetik)
Seperti kita ketahui bahwa warna
kulit, bentuk tubuh dan lain-lain tersimpan dalam gen. Gen terdapat dalak
kromosom, yang dimiliki oleh setiap manusia dalam setiap selnya. Baik sperma
maupun ovum masing masing mempunyai 23 pasang kromosom. Jika ovum dan sperma
bergabung akan terbentuk 46 pasang kromosom, yang kemudian akan terus smembelah
untuk memperbanyak diri sampai akhirnya terbentuk janin, bayi. Setiap kromosom
mengandung gen yang mempunyai sifat diturunkan pada anak dari keluarga yang
memiliki abnormalitas tersebut.
b. Faktor
Hormonal
Kelenjar petuitari anterior
mengeluarkan hormon pertumbuhan (Growth Hormone, GH) yang merangsang
pertumbuhan epifise dari pusat tulang panjang. Tanpa GH anak akan tumbuh dengan
lambat dan kematangan seksualnya terhambat. Pada keadaan hipopetuitarisme
terjadi gejala-gejala anak tumbuh pendek, alat genitalia kecil dan hipoglikemi.
Hal sebaliknya terjadi pada hiperfungsi petuitari, kelainan yang ditimbulkan
adalah akromegali yang diakibatkan oleh hipersekresi GH dan pertumbuhan linear
serta gigantisme bila terjadi sebelum pubertas. Hormon lain yang juga
mempengaruhi pertumbuhan adalah hormon-hormon dari kelenjar tiroid dan lainya.
c. Faktor
Gizi.
Proses tumbuh kembang anak
berlangsung pada berbagai tingkatan sel, organ dan tumbuh dengan penambahan
jumlah sel, kematangan sel, dan pembesaran ukuran sel. Selanjutnya setiap organ dan bagian tubuh lainnya mengikuti pola
tumbuh kembang masing-masing. Dengan adanya tingkatan tumbuh kembang tadi akan
terdapat rawan gizi. Dengan kata lain untuk mencapai tumbuh kembang yang
optimal dibutuhkan gizi yang baik.
d. Faktor
Lingkungan
-
Lingkungan fisik; termasuk sinar matahari, udara
segar, sanitas, polusi, iklim dan teknologi
-
Lingkungan biologis; termasuk didalamnya hewan
dan tumbuhan. Lingkungan sehat lainnya adalah rumah yang memenuhi syarat
kesehatan.
-
Lingkungan psikososial; termasuk latar belakang
keluarga, hubungan keluarga.
e. Faktor
sosial budaya
-
Faktor ekonomi, sangat memepengaruhi keadaan
sosial keluarga.
-
Faktor politik serta keamanan dan pertahanan;
keadaan politik dan keamanan suatu negara juga sangat berpengaruh dalam tumbuh
kembang seorang anak.
Teori Kepribadian anak Menurut Teori Psikoseksual Sigmund
Freud
Kepribadian ialah hasil perpaduan
antara pengaruh lingkungan dan bawaan, kualitas total prilaku individu yang
tampak dalam menyesuaikan diri secara unit dengan lingkungannya.
Tiori kpribadian yang dikemukakan oleh ahli psikoanlisa
Sigmund freud (1856 - 1939). Meliputi tahap-tahap
a.
Fase oral, usia antara 0 - 11/2
Tahun
b.
Fase anal, usia antara 11/2
- 3 Tahun
c.
Fase Falik, usia antara 3 - 5 Tahun
d.
Fase Laten, usia antara 5 - 12 Tahun
e.
Fase Genital, usia antara 12 - 18 Tahun
2.
Tahap perkembangan anak menurut Teori Psikososial Erik
Erikson.
Erikson mengemukakan bahwa dalam
tahap-tahap perkembangan manusia mengalami 8 fase yang saling terkait dan
berkesinambungan
TUGAS
PERKEMBANAGAN
|
BILA
TUGAS PERMKEMBANGAN TIDAK TERCAPAI
|
Bayi (0 - 1 tahun)
-
Rasa percaya mencapai harapan,
-
Dapat menghadapi frustrasi dalam jumlah kecil
-
Mengenal ibu sebagai orang lain dan berbeda
dari diri sendiri.
|
-
Tidak percaya
|
Usia bermain (1 - 3 Tahun)
-
Perasaan otonomi.
-
Mencapai keinginan
-
Memulai kekuatan baru
-
Menerima kenyataan dan prinsip kesetiaan
|
-
Malu dan ragu-ragu
|
Usia pra sekolah ( 3 - 6 Tahun)
-
Perasaan inisiatif mencapai tujuan
-
Menyatakan diri sendiri dan lingkungan
-
Membedakan jenis kelamin.
|
-
Rasa bersalah.
|
Usia sekolah ( 6 - 12 Tahun)
-
Perasaan berprestasi
-
Dapat menerima dan melaksanakan tugas dari
orang tua dan guru
|
Rasa rendah diri
|
Remaja ( 12 tahun lebih)
-
Rasa identitas
-
Mencapai kesetiaan yang menuju pada pemahaman
heteroseksual.
-
Memilih pekerjaan
-
Mencapai keutuhan kepribadian
|
Difusi identitas
|
Remaja akhir dan dewasa muda
-
Rasa keintiman dan solidaritas
-
Memperoleh cinta.
-
Mampu berbuat hubungan dengan lawan jenis.
-
Belajar menjadi kreatif dan produktif.
|
-
Isolasi
|
Dewasa
-
Perasaan keturunan
-
Memperoleh perhatian.
-
Belajar keterampilan efektif dalam
berkomunikasi dan merawat anak
-
Menggantungkan minat aktifitas pada keturunan
|
-
Absorpsi diri dan stagnasi
|
Dewasa akhir
-
Perasaan integritas
-
Mencapai kebijaksanaan
|
-
keputusasaan
|
DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN TIMBUL DAN RENCANA
TINDAKAN
1.
Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan :
·
Tidak adekuatnya pertahanan sekunder
·
Gangguan kematangan sel darah putih
·
Peningkatan jumlah limfosit imatur
·
Imunosupresi
·
Penekanan sumsum tulang (efek kemoterapi)
Hasil yang Diharapkan :
Infeksi tidak terjadi,
Rencana tindakan :
1. Tempatkan
anak pada ruang khusus. Batasi pengunjung sesuai indikasi.
Rasional : Melindungi anak dari
sumber potensial patogen / infeksi.
2. Berikan
protocol untuk mencuci tangan yang baik untuk semua staf petugas.
Rasional :
Mencegah kontaminasi silang / menurunkan risiko infeksi.
3. Awasi
suhu. Perhatikan hubungan antara peningkatan suhu dan pengobatan chemoterapi.
Observasi demam sehubungan dengan tachicardi, hiertensi.
Rasional :
Hipertermi lanjut terjadi pada beberapa tipe infeksi dan demam terjadi pada
kebanyakan pasien leukaemia.
4. Dorong
sering mengubah posisi, napas dalam, batuk.
Rasional :
Mencegah statis secret pernapasan, menurunkan resiko atelektasisi/ pneumonia.
5. Inspeksi
membran mukosa mulut. Bersihkan mulut secara periodic. Gunakan sikat gigi halus
untuk perawatan mulut.
Rasional :
Rongga mulut adalah medium yang baik untuk pertumbuhan organisme patogen.
6. Awasi
pemeriksaan laboratorium : WBC, darah lengkap
Rasional :
Penurunan jumlah WBC normal / matur dapat diakibatkan oleh proses penyakit atau
kemoterapi.
7. Berikan
obat sesuai indikasi, misalnya Antibiotik
Rasional :
Dapat diberikan secara profilaksis atau mengobati infeksi secara khusus.
8. Hindari
antipiretik yang mengandung aspirin.
Rasional :
Aspirin dapat menyebabkan perdarahan lambung atau penurunan jumlah trombosit
lanjut.
2.
Resiko tinggi kekurangan volume cairan tubuh
berhubungan dengan :
·
Kehilangan berlebihan, mis ; muntah, perdarahan
·
Penurunan pemasukan cairan : mual, anoreksia.
Hasil Yang
Diharapkan :Volume cairan tubuh adekuat, ditandai dengan TTV dbn, stabil, nadi
teraba, haluaran urine, BJ dan PH urine, dbn.
Rencana
Tindakan :
1. Awasi
masukan dan pengeluaran. Hitung pengeluaran tak kasat mata dan keseimbangan
cairan. Perhatikan penurunan urine pada pemasukan adekuat. Ukur berat jenis
urine dan pH Urine.
Rasional :
Penurunan sirkulasi sekunder terhadap sel darah merah dan pencetusnya pada
tubulus ginjal dan / atau terjadinya batu ginjal (sehubungan dengan peningkatan
kadar asam urat) dapat menimbulkan retensi urine atau gagal ginjal.
2. Timbang
BB tiap minggu.
Rasional :
Mengukur keadekuatan penggantian cairan sesuai fungsi ginjal. Pemasukan lebih
dari keluaran dapat mengindikasikan memperburuk / obstruksi ginjal.
3. Awasi
Tekanan Darah dan frekuensi jantung.
Rasional : Perubahan
dapat menunjukkan efek hipovolemik (perdarahan/dehidrasi).
4. Inspeksi
kulit / membran mukosa untuk petike, area ekimotik, perhatikan perdarahan gusi,
darah warna karat atau samar pada feces atau urine; perdarahan lanjut dari sisi
tusukan invesif.
Rasional :
Supresi sumsum dan produksi trombosit menempatkan pasien pada resiko perdarahan
spntan tak terkontrol.
5. Evaluasi
turgor kulit, pengiisian kapiler dan kondisi umum membran mukosa.
Rasional : Indikator langsung
status cairan / dehidrasi.
6. Implementasikan
tindakan untuk mencegah cedera jaringan / perdarahan, ex : sikat gigi atau gusi
dengan sikat yang halus.
Rasional :
Jaringan rapuh dan gangguan mekanis pembekuan meningkatkan resiko perdarahan
meskipun trauma minor.
7. Berikan
diet halus.
Rasional : Dapat membantu
menurunkan iritasi gusi.
8. Berikan
cairan IV sesuai indikasi.
Rasional :
Mempertahankan keseimbangan cairan / elektrolit pada tak adanya pemasukan
melalui oral; menurunkan risiko komplikasi ginjal.
9. Berikan
sel darah Merah, trombosit atau factor pembekuan.
Raional :
Memperbaiki jumlah sel darah merah dan kapasitas O2 untuk memperbaiki anemia.
Berguna mencegah / mengobati perdarahan.
3.
Nyeri ( akut ) berhubungan dengan :
·
Agen fiscal ; pembesaran organ / nodus limfe,
sumsum tulang yang dikmas dengan sel leukaemia.
·
Agen kimia ; pengobatan antileukemia.
Rencana Tindakan ;
1. Awasi
tanda-tanda vital, perhatikan petunjuk nonverbal,rewel, cengeng, gelisah.
Rasional :
Dapat membantu mengevaluasi pernyatan verbal dan ketidakefektifan intervensi.
2. Berikan
lingkungan yang tenang dan kurangi rangsangan stress.
Rasional : Meingkatkan istirahat.
3. Tempatkan
pada posisi nyaman dan sokong sendi, ekstremitas denganan bantal.
Rasional :
Menurunkan ketidak nyamanan tulang/ sensi.
4. Ubah
posisi secara periodic dan berikan latihan rentang gerak lembut.
Rasional : Memperbaiki sirkulasi
jaringan dan mobilisasi sendi.
5. Berikan
tindakan ketidaknyamanan; mis : pijatan, kompres.
Rasional : Meminimalkan kebutuhan
atau meningkatkan efek obat.
6. Berikan
obat sesuai indikasi.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito,
Lynda Juall. (1999). Rencana Asuhan
& Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2. (terjemahan). Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarata.
Carpenito, Lynda Juall. (2000.). Buku Saku Diagnosa Keperawatan.
Edisi 8. (terjemahan). Penerbit
buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Doenges, Marilynn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. (terjemahan). Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan
Medikal Bedah. Volume 2, (terjemahan). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Junadi, Purnawan. (1982). Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta:
Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Long, Barbara
C. (1996). Perawatan Medikal
Bedah. Volume I. (terjemahan).
Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.
Mansjoer,
Arif & Suprohaita. (2000). Kapita Slekta Kedokteran Jilid II.
Fakultas Kedokteran UI : Media Aescullapius. Jakarta.
Matondang,
Corry S. (2000) Diagnosis Fisis Pada Anak.
Edisi ke 2, PT. Sagung Seto. Jakarta.
Ngastiyah
(1997). Perawatan Anak Sakit. Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Rendle
John. (1994). Ikhtisar Penyakit Anak, Edisi ke 6. Binapura Aksara.
Jakarta.
Santosa
NI. (1989). Perawatan I (Dasar-Dasar Keperawatan). Depkes RI. Jakarta.
Santosa
NI. (1993). Asuhan Kesehatan Dalam Konteks Keluarg. Depkes RI. Jakarta.
Soeparman. (1987). Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi kedua.
Penerbit FKUI. Jakarta.
Soetjiningsih.
(1995). Tumbuh Kembang Anak. Penerbit buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Suharso
Darto (1994). Pedoman Diagnosis dan Terapi. F.K. Universitas Airlangga.
Surabaya.
Sumijati
M.E, dkk, (2000). Asuhan Keperawatan Pada Kasus Penyakit Yang Lazim Terjadi Pada Anak.
PERKANI. Surabaya.
Wahidiyat
Iskandar (1985). Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 2. Info Medika, Jakarta.
(1994). Pedoman Diagnosis
Dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran Unair & RSUD dr
Soetomo Surabaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar