(STROKE BLEEDING)
A. Pengertian
Defisit neurologi yang mempunyai sifat mendadak dan
berlangsung dalam 24 jam sebagai akibat dari pecahnya pembuluh darah di otak
yang di akibatkan oleh aneurisma atau malformasi arteriovenosa yang dapat
menimbulkan iskemia atau infark pada jaringan fungsional otak (Purnawan Junadi,
1982).
B. Etiologi
1.
Enurisma yang pecah (ruptura arteria serebri).
2.
Malformasi arteriovenosa.
C. Faktor
pendukung terjadinya stroke (bleeding)
1.
Tekanan darah tinggi.
2.
Klien yang mendapat pengobatan anti koagulantia.
D. Pathofisiologi
A. Gejala
klinik
-
Sakit kepala yang hebat.
-
Wajah asimetris.
-
Tak sadar/ pingsan.
-
Bingung.
-
Lateralisasi/ hemiparese/ paraparese.
-
Gangguan bicara.
B. Pemeriksaan
diagnostik/ penunjang
1.
Angiografi serebral
Membantu
menentukan penyebab dari stroke secara apesifik seperti perdarahan arteriovena
atau adanya ruptur.
2.
CT Scan
Memperlihatkan
secara spesifik letak oedema, posisi henatoma, adanya jaringan otak yang infark
atau iskemia serta posisinya secara pasti.
3.
Pungsi lumbal.
Tekanan yang meningkat
dan di sertai dengan bercak darah pada cairan lumbal menunjukkan adanya
haemoragia pada sub arachnoid atau perdarahan pada intrakranial. Peningkatan
jumlah protein menunjukan adanya proses inflamasi.
4.
MRI (magnetic Imaging Resonance)
Dengan
menggunakan gelombang magnetic untuk menentukan posisi serta besar/ luas
terjadinya perdarahan otak.
5.
USG Dopler.
Untuk mengidentifikasi
adanya penyakit arteriovena (Masalah sistem karotis).
6.
EEG
Melihat masalah yang
timbul dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik
dalam jaringan otak.
C. Penatalaksanaan
1.
Terapi konsevatif
Memperbaiki
keadaan umum, pemberian vasodilator, anti agregasi trombosit
2.
Terapi pembedahan
Endarterektomi à membentuk kembali pembuluh darah.
D. Komplikasi
1.
Hidrosepalus.
2.
Disritmia.
3.
Afasia.
4.
Hemiparese/ paraparese.
E.
Pengkajian
1.
Riwayat kesehtan yang bergubungan dengan faktor
pendukung terjadinya stroke, serta bio-
psiko- sosio- spiritual.
2.
Peredaradan darah
Pernah menderita penyakit
jantung, denyut nadi yang tidak teratur, Polisitemia, atau riwayat tekanan
darah tinggi.
3.
Eliminasi
Perubahan pola eliminasi
(Anuria, inkontinensia uri), distensi abdomen, menghilangnya bising usus.
4.
Aktivitas/ istirahat
Terdapat penurunan
aktivitas karena kelemahan tubuh, kehilangan sensasi atau parese/ plegia, mudah
lelah, sulit dalam beristirahat karena kejang otot atau spasme dan nyeri.
Menurunnya tingkat kesadaran, menurunya kekuatan otot, kelemahan tubuh secara
umum.
5.
Nutrisi dn cairan
Adanya riwayat
menderita Diabetes Melitus, anoreksia, mual muntah akibat peningkatan TIK
(tekanan intra kranial), gangguan menelan, dan kehilangan sensasi pada lidah.
6.
Persarafan
Pusing/ syncope, nyeri
kepala, menurunya luas lapang pandang/ pandangan kabur, menurunya sensasi raba
terutama pada daerah muka dan ekstrimitas. Status mental koma, kelmahan pada
ekstrimitas, paralise otot wajah, afasia, pupil dilatasi, penurunan
pendengaran.
7.
Kenyamanan
Ekspresi wajah yang
tegang, nyeri kepala, gelisah.
8.
Pernafasan
Batuk,
dyspnea, riwayat perokok.
9.
Keamanan
Memungkinkan terjadinya
kecelakaan akibat dari pandangan yang kabur, penurunan sensasi rasa (panas dan
dingin).
10.
Psikolgis
Tidak kooperatif, merasa
tidak berdaya, tidak mempunyai harapan, perubahan pada konsep diri, dan
kesukaran dalam mengekspresikan perasaannya.
11.
Interaksi sosial
Kesulitan dalam
melakukan komunikasi karena afasia.
F.
Masalah dan
rencana tindakan keperawatan
1.
Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan
neuromuskuler pada ekstrimitas.
Tujuan: Pasien menunjukan adanya peningkatan kemampuan
dalam melakukan aktivitas fisik.
a.
Kaji kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas.
b.
Ajarkan pada pasien tentang rentang gerak yang masih
dapat di lakukan.
c.
Lakukan latihan secara aktif dan pasif pada akstrimitas
untuk mencegah kekakuan otot dan atrofi.
d.
Anjurkan pasien untuk mengambil posisi yang lurus.
e.
Bantu pasien secara bertahap dalam melakukan ROM sesuai
kemampuan.
f.
Kolaborasi dalam pemberian antispamodic atau relaxant
jika di perlukan.
g.
Observasi kemampuan pasien dalam melakukan
aktivitas
2.
Penurunan perfusi jaringan otak berhubungan dengan
edema cerebri, perdarahan pada otak.
Tujuan: Pasien menunjukan adanya peningkatan kesadaran,
kognitif dan fungsi sensori.
a.
Kaji status
neurologis dan catat perubahannya.
b.
Berikan pasien posisi terlentang.
c.
Kolaborasi dalam pemberian O2.
d.
Observasi tingkat kesadaran, tanda vital.
3.
Resiko tinggi terhadap terjadinya cidera berhubungan
dengan penurunan luas lapang pandang, penurunan sensasi rasa (panas, dingin)
Tujuan:
Pasien menggunakan alat yang aman dalam melakukan aktivitas
a.
Lakukan tindakan untuk mengurangi resiko terjadinya
cidera.
b.
Ajarkan pada pasien untuk menggunakan alat bantu secara
benar dan aman.
c.
Ciptakan lingkungan yang aman.
d.
Sajikan makanandan minuman dalam keadaan hangat.
e.
Observasi kemampuan klien dalam melakukan aktivitas
secara aman.
4.
Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan efek
dari kerusakan pada area bicara pada himisfer otak.
Tujuan: Pasien mampu melakukan komunikasi untuk memenuhi
kebutuhan dasarnya dan menunjukan peningkatan kemampuan dalam melakukan
komunikasi.
a.
Lakukan komunkasi dengan pasien (sering tetapi pendek
serta mudah di pahami).
b.
Ciptakan suatu suasana penerimaan terhadap perubahan
yang dialami pasien.
c.
Ajarkan pada pasien untuk memperbaiki tehnik berkomunikasi.
d.
Pergunakan tehnik komunikasi non verbal.
e.
Kolaborasi dalam pelaksanaan terapi wicara.
f.
Observasi kemampuan pasien dalam melakukan komunikasi
baik verbal maupun non verbal.
5.
Perubahan konsep diri berhubungan dengan perubahan
persepsi.
Tujuan: Pasien menunjukan peningkatan kemampuan dalam
menerima keadaan nya.
a.
Kaji pasien terhadap derajat perubahan konsep diri.
b.
Dampingi dan dengarkan keluhan pasien.
c.
Beri dukungan terhadap tindakan yang bersifat positif.
d.
Kaji kemampuan pasien dalam beristirahat (tidur).
e.
Observasi kemampuan pasien dalam menerima keadaanya.
6.
Resiko terjadinya ketidakpatuhan terhadap
penatalaksanaan yang berhubungan dengan kurangnya informasi.
Tujuan: Pasien menunjukan kemauan untuk melakukan kegiatan
penatalak- sanaan.
a.
Identifikasi faktor yang dapat menimbulkan ketidak
patuhan terhadap penatalaksanaan.
b.
Diskusikan dengan pasien cara-cara untuk mengatasi
faktor penghambat tersebut.
c.
Jelaskan pada pasien akibat dari ketidak patuhan
terhadap penatalaksanaan.
d.
Libatkan keluarga dalam penyuluhan.
e.
Anjurkan pada pasien untuk melakukan kontrol secara
teratur.
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, Marylin E., 1989, Nursing Care Plans, USA
Philadelphia: F.A Davis Company.
Junadi, Purnawan,
1982, Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta: Media Aesculapius Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Price, Sylvia Anderson, 1985, Pathofisiologi Konsep klinik
proses-proses penyakit, Jakarta: EGC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar