Selasa, 18 Februari 2014

PENYAKIT JANTUNG SIANOTIK



Tetralogi fallot (TF) merupakan penyakit jantung sianotik yang paling banyak ditemukan dimana tetralogi fallot menempati urutan keempat penyakit jantung bawaan pada anak setelah defek septum ventrikel,defek septum atrium dan duktus arteriosus persisten,atau lebih kurang 10-15 % dari seluruh penyakit jantung bawaan, diantara penyakit jantung bawaan sianotik Tetralogi fallot merupakan 2/3 nya. Tetralogi fallot merupakan penyakit jantung bawaan yang paling sering ditemukan yang ditandai dengan sianosis sentral akibat adanya pirau kanan ke kiri.
Di RSU Dr. Soetomo sebagian besar pasien Tetralogi fallot didapat diatas 5 tahun dan prevalensi menurun setelah berumur 10 tahun. Dari banyaknya kasus kelainan jantung serta kegawatan yang ditimbulkan akibat kelainan jantung bawaan ini, maka sebagai seorang perawat dituntut untuk mampu mengenali tanda kegawatan dan mampu memberikan asuhan keperawatan yang tepat.

A.    PENGERTIAN
Tetralogi fallot (TF) adalah kelainan jantung dengan gangguan sianosis yang ditandai dengan kombinasi 4 hal yang abnormal meliputi defek septum ventrikel, stenosis pulmonal, overriding aorta, dan hipertrofi ventrikel kanan. Komponen yang paling penting dalam menentukan derajat beratnya penyakit adalah stenosis pulmonal dari sangat ringan sampai berat. Stenosis pulmonal bersifat progresif , makin lama makin berat.
B.     ETIOLOGI
Pada sebagian besar kasus, penyebab penyakit jantung bawaa tidak diketahui secara pasti. diduga karena adanya faktor endogen dan eksogen. Faktor–faktor tersebut antara lain :
Faktor endogen :
1.      Berbagai jenis penyakit genetik : kelainan kromosom
2.      Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan
3.      Adanya penyakit tertentu dalam keluarga seperti diabetes melitus, hipertensi, penyakit jantung atau kelainan bawaan



Faktor eksogen :
1.      Riwayat kehamilan ibu : sebelumnya ikut program KB oral atau suntik,minum obat-obatan tanpa resep dokter,  (thalidmide, dextroamphetamine.aminopterin, amethopterin, jamu).
2.      Ibu menderita penyakit infeksi : rubella
3.      Pajanan terhadap sinar –X
Para ahli berpendapat bahwa penyebab endogen dan eksogen tersebut jarang terpisah menyebabkan penyakit jantung bawaan. Diperkirakan lebih dari 90% kasus penyebab adaah multifaktor. Apapun sebabnya, pajanan terhadap faktor penyebab harus ada sebelum akhir bulan kedua kehamilan , oleh karena pada minggu ke delapan kehamilan pembentukan jantung janin sudah selesai.
C.    PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.      Pemeriksaan laboratorium
Ditemukan adanya peningkatan hemoglobin dan hematokrit (Ht) akibat saturasi oksigen yang rendah. Pada umumnya hemoglobin dipertahankan 16-18 gr/dl dan hematokrit antara 50-65 %. Nilai BGA menunjukkan peningkatan tekanan partial karbondioksida (PCO2), penurunan tekanan parsial oksigen (PO2) dan penurunan PH.pasien dengan Hn dan Ht normal atau rendah mungkin menderita defisiensi besi.
2.      Radiologis
Sinar X pada thoraks menunjukkan penurunan aliran darah pulmonal, tidak ada pembesaran jantung . gambaran khas jantung tampak apeks jantung terangkat sehingga seperti sepatu.
3.      Elektrokardiogram
Pada EKG sumbu QRS hampir selalu berdeviasi ke kanan. Tampak pula hipertrofi ventrikel kanan. Pada anak besar dijumpai P pulmonal
4.      Ekokardiografi
Memperlihatkan dilatasi aorta, overriding aorta dengan dilatasi ventrikel kanan,penurunan ukuran arteri pulmonalis & penurunan aliran darah ke paru-paru
5.      Kateterisasi
Diperlukan sebelum tindakan pembedahan untuk mengetahui defek septum ventrikel multiple, mendeteksi kelainan arteri koronari dan mendeteksi stenosis pulmonal perifer. Mendeteksi adanya penurunan saturasi oksigen, peningkatan tekanan ventrikel kanan, dengan tekanan pulmonalis normal atau rendah.
D.    KOMPLIKASI
1.      Trombosis pulmonal
2.      CVA trombosis
3.      Abses otak
4.      Perdarahan
5.      Anemia relatif
E.     PROSES KEPERAWATAN
1.      Pengkajian keperawatan
a.       Riwayat kehamilan : ditanyakan sesuai dengan yang terdapat pada etiologi (faktor endogen dan eksogen yang mempengaruhi).
b.      Riwayat tumbuh
Biasanya anak cendrung mengalami keterlambatan pertumbuhan karena fatiq selama makan dan peningkatan kebutuhan kalori sebagai akibat dari kondisi penyakit.
c.       Riwayat psikososial/ perkembangan
1)      Kemungkinan mengalami masalah perkembangan
2)      Mekanisme koping anak/ keluarga
3)      Pengalaman hospitalisasi sebelumnya
d.      Pemeriksaan fisik
1)      Pada awal bayi baru lahir biasanya belum ditemukan sianotik,bayi tampak biru setelah tumbuh.
2)      Clubbing finger tampak setelah usia 6 bulan.
3)      Serang sianotik mendadak (blue spells/cyanotic spells/paroxysmal hiperpnea,hypoxic spells) ditandai dengan dyspnea, napas cepat dan dalam, lemas, kejang, sinkop bahkan sampai koma dan kematian.
4)      Anak akan sering Squatting (jongkok) setelah anak dapat berjalan, setelah berjalan beberapa lama anak akan berjongkok dalam beberapa waktu sebelum ia berjalan kembali.
5)      Pada auskultasi terdengar bising sistolik yang keras didaerah pulmonal yang semakin melemah dengan bertambahnya derajat obstruksi
6)      Bunyi jantung I normal. Sedang bunyi jantung II tunggal dan keras.
7)      Bentuk dada bayi masih normal, namun pada anak yang lebih besar tampak menonjol akibat pelebaran ventrikel kanan
8)      Ginggiva hipertrofi,gigi sianotik
e.       Pengetahuan anak dan keluarga :
1)      Pemahaman tentang diagnosis.
2)      Pengetahuan/penerimaan terhadap prognosis
3)      Regimen pengobatan
4)      Rencana perawatan ke depan
5)      Kesiapan dan kemauan untuk belajar
Tatalaksana pasien tetralogi fallot
Pada penderita yang mengalami serangan sianosis maka terapi ditujukan untuk memutus patofisiologi serangan tersebut, antara lain dengan cara :
a.       Posisi lutut ke dada agar aliran darah ke paru bertambah
b.      Morphine sulfat 0,1-0,2 mg/kg SC, IM atau Iv untuk menekan pusat pernafasan dan mengatasi takipneu.
c.       Bikarbonas natrikus 1 Meq/kg BB IV untuk mengatasi asidosis
d.      Oksigen dapat diberikan, walaupun pemberian disini tidak begitu tepat karena permasalahan bukan karena kekurangan oksigen, tetapi karena aliran darah ke paru menurun. Dengan usaha diatas diharapkan anak tidak lagi takipnea, sianosis berkurang dan anak menjadi tenang. Bila hal ini tidak terjadi dapat dilanjutkan dengan pemberian :
e.       Propanolo l 0,01-0,25 mg/kg IV perlahan-lahan untuk menurunkan denyut jantung sehingga seranga dapat diatasi. Dosis total dilarutkan dengan 10 ml cairan dalam spuit, dosis awal/bolus diberikan separohnya, bila serangan belum teratasi sisanya diberikan perlahan dalam 5-10 menit berikutnya.
f.       Ketamin 1-3 mg/kg (rata-rata 2,2 mg/kg) IV perlahan. Obat ini bekerja meningkatkan resistensi vaskuler sistemik dan juga sedatif.
g.      Penambahan volume cairan tubuh dengan infus cairan dapat efektif dalam penganan serangan sianotik. Penambahan volume darah juga dapat meningkatkan curah jantung, sehingga aliran darah ke paru bertambah dan aliran darah sistemik membawa oksigen ke seluruh tubuh juga meningkat.
Lakukan selanjutnya
a.       Propanolol oral 2-4 mg/kg/hari dapat digunakan untuk serangan sianotik
b.      Bila ada defisiensi zat besi segera diatasi
c.       Hindari dehidrasi
2.      Diagnosa keperawatan
Setelah pengumpulan data, menganalisa data dan menentukan diagnosa keperawatan yang tepat sesuai dengan data yang ditemukan, kemudian direncanakan membuat prioritas diagnosa keperawatan, membuat kriteria hasil, dan intervensi keperawatan.
a.       Gangguan pertukaran gas b.d penurunan alian darah ke pulmonal
b.      Penurunan kardiak output b.d sirkulasi yang tidak efektif sekunder dengan adanya malformasi jantung
c.       Gangguan perfusi jaringan b.d penurunan sirkulasi (anoxia kronis , serangan sianotik akut)
d.      Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d fatiq selama makan dan peningkatan kebutuhan kalori,penurunan nafsu makan
e.       Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b.d tidak adekuatnya suplai oksigen dan zat nutrisi ke jaringan
f.       Intoleransi aktifitas b.d ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen
g.      Koping keluarga tidak efektif b.d kurang pengetahuan klg tentang diagnosis/prognosis penyakit anak
h.      Risti gangguan perfusi jaringan serebral b.d peningkatan tekanan intrakranial sekunder abses otak, CVA trombosis.
Contoh rencana keperawatan
a.       Penurunan kardiac output b.d sirkulasi yang tidak efektif sekunder dengan adanya malformasi jantung
Tujuan : Anak dapat mempertahankan kardiak output yang adekuat.
Kriteria hasil
{  Tanda-tanda vital normal sesuai umur
{  Tidak ada : dyspnea, napas cepat dan dalam, sianosis, gelisah/letargi, takikardi, mur-mur.
{  Pasien komposmentis
{  Akral hangat
{  Pulsasi perifer kuat dan sama pada kedua ekstremitas
{  Capilary refill time < 3 detik
{  Urin output 1-2 ml/kgBB/jam
Intervensi :
1)           Monitor tanda vital,pulsasi perifer,kapilari refill dengan membandingkan pengukuran pada kedua ekstremitas dengan posisi berdiri, duduk dan tiduran jika memungkinkan
2)           Kaji dan catat denyut apikal selama 1 menit penuh
3)           Observasi adanya serangan sianotik
4)           Berikan posisi knee-chest pada anak
5)           Observasi adanya tanda-tanda penurunan sensori : letargi,bingung dan disorientasi
6)           Monitor intake dan output secara adekuat
7)           Sediakan waktu istirahat yang cukup bagi anak dan dampingi anak pada saat melakukan aktivitas
8)           Sajikan makanan yang mudah di cerna dan kurangi konsumsi kafeine.
9)           Kolaborasi dalam: pemeriksaan serial ECG, foto thorax, pemberian obat-obatan anti disritmia
10)       Kolaborasi pemberian oksigen
11)       Kolaborasi pemberian cairan tubuh melalui infuse
b.      Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
Tujuan : Anak menunjukan peningkatan kemampuan dalam melakukan aktivitas (tekanan darah, nadi, irama dalam batas normal) tidak adanya angina.
Kriteria hasil :
{  Tanda vital normal sesuai umur
{  Anak mau berpartisipasi dalam setiap kegiatan yang dijadwalkan
{  Anak mencapai peningkatan toleransi aktivitas sesuai umur
{  Fatiq dan kelemahan berkurang
{  Anak dapat tidur dengan lelap
Intervensi :
1)      Catat irama jantung, tekanan darah dan nadi sebelum, selama dan sesudah melakukan aktivitas.
2)      Anjurkan pada pasien agar lebih banyak beristirahat terlebih dahulu.
3)      Anjurkan pada pasien agar tidak “ngeden” pada saat buang air besar.
4)      Jelaskan pada pasien tentang tahap- tahap aktivitas yang boleh dilakukan oleh pasien.
5)      Tunjukan pada pasien tentang tanda-tanda fisik bahwa aktivitas melebihi batas
6)      Bantu anak dalam memenuhi kebutuhan ADL dan dukung kearah kemandirian anak sesui dengan indikasi
7)      Jadwalkan aktivitas sesuai dengan usia, kondisi dan kemampuan anak.
c.       Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d fatiq selama makan dan peningkatan kebutuhan kalori,penurunan nafsu makan.
Tujuan : anak dapat makan secara adekuat dan cairan dapat dipertahankan sesuai dengan berat badan normal dan pertumbuhan normal.
Kriteria hasil :
{  Anak menunjukkan penambahan BB sesuai dengan umur
{  Peningkatan toleransi makan.
{  Anak dapat menghabiskan porsi makan yang disediakan
{  Hasil lab tidak menunjukkan tanda malnutrisi. Albumin,Hb
{  Mual muntah tidak ada
{  Anemia tidak ada.
Intervensi :
1)      Timbang berat badan anak setiap pagi tanpa diaper pada alat ukur yang sama, pada waktu yang sama dan dokumentasikan.
2)      Catat intake dan output secara akurat
3)      Berikan makan sedikit tapi sering untuk mengurangi kelemahan disesuaikan dengan aktivitas selama makan (menggunakan terapi bermain)
4)      Berikan perawatan mulut untuk meningktakan nafsu makan anak
5)      Berikan posisi jongkok bila terjadi sianosis pada saat makan
6)      Gunakan dot yang lembut bagi bayi dan berikan waktu istirahat di sela makan dan sendawakan
7)      Gunakan aliran oksigen untuk menurunkan distress pernafasan yang dapat disebabkan karena tersedak
8)      Berikan formula yang mangandung kalori tinggi yang sesuaikan dengan kebutuhan
9)      Batasi pemberian sodium jika memungkinkan
10)  Bila ditemukan tanda anemia kolaborasi pemeriksaan laboratorium
Penutup
Tepatnya penganan dan pemberian asuhan keperawatan pada anak dengan kelainan jantung bawaan sianotik : tetralogi fallot sangat menentukan untuk kelansungan hidup anak mengingat masalah yang komplit yang dapat terjadi pada anak TF bahkan dapat menimbulkan kematian yang diakibatkan karena hipoksia , syok maupun gagal. Oleh karena itu perawat harus memiliki keterampilan dan pengetahuan konsep dasar perjalanan penyakit TF yang baik agar dapat menentukan diagnosa yang tepat bagi anak yang mengalami tetralogi fallot sehingga angka kesakitan dan kematian dapat ditekan.


DAFTAR PUSTAKA

A.H Markum, 1991, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak,jilid 1, Jakarta, Fakultas kedokteran UI

Bambang M, Sri endah R, Rubian S, 2005, Penanganan Penyakit Jantung pada Bayi dan Anak

Carpenito J.Lynda, 2001, Diagnosa Keperawatan, edisi 8, Jakarta, EGC

Colombro Geraldin C, 1998, Pediatric Core Content At-A- Glance, Lippincott-Philladelphia, New York

Doengoes, Marylin E. (2000). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 3 EGC. Jakarta

Ngastiah.1997.Perawatan Anak Sakit, Jakarta, EGC

Nelson, 1992. Ilmu Kesehatan anak, Jakarta, EGC

Sacharin,Rosa M, 1996. Prinsip Keperawatan Pediatrik Edisi II, Jakarta, EGC

Samik Wahab, 1996. Kardiologi anak Nadas, Gadjah Mada Ununiversity Press, Yogyakarta, Indonesia

Sudigdo & Bambang.1994, Buku Ajar kardiologi Anak, Jakarta, IDAI

Sharon,Ennis Axton (1993), Pediatric care plans, Cumming Publishig Company, California

Whaley and Wong, 1995, Essential of Pediatric Nursing, Cv. Mosby Company, Toronto

JANTUNG REMATIK (PJR)




1.      Defenisi
Penyakit jantung rematik merupakan gejala sisa dari Demam Rematik (DR) akut yang juga merupakan penyakit peradangan akut yang dapat menyertai faringitis yang disebabkan oleh Streptococcus beta-hemolyticus grup A. Penyakit ini cenderung berulang dan dipandang sebagai penyebab penyakit jantung didapat pada anak dan dewasa muda di seluruh dunia.
2.      Etiologi
Infeksi Streptococcus beta-hemolyticus grup A pada tenggorok selalu mendahului terjadinya demam rematik, baik pada serangan pertama maupun serangan ulang.
Telah diketahui bahwa dalam hal terjadi demam rematik terdapat beberapa predisposisi antara lain :
a.       Terdapat riwayat demam rematik dalam keluarga
b.      Umur
DR sering terjadi antara umur 5 – 15 tahun dan jarang pada umur kurang dari 2 tahun.
c.       Kedaan sosial
Sering terjadi pada keluarga dengan keadaan sosial ekonomi kurang, perumahan buruk dengan penghuni yang padat serta udara yang lembab, dan gizi serta kesehatan yang kurang baik.
d.      Musim
Di Negara-negara dengan 4 musim, terdapat insiden yang tinggi pada akhir musim dingin dan permulaan semi (Maret-Mei) sedangkan insiden paling rendah pada bulan Agustus – September.
e.       Distribusi daerah
f.       Serangan demam rematik sebelumnya.
Serangan ulang DR sesudah adanya reinfeksi dengan Streptococcus beta-hemolyticus grup A adalah sering pada anak yang sebelumnya pernah mendapat DR.
3.      Patofisiologi
Menurut hipotesa Kaplan dkk (1960) dan Zabriskie (1966), DR terjadi karena terdapatnya proses autoimun atau antigenic similarity antara jaringan tubuh manusia dan antigen somatic streptococcus. Apabila tubuh terinfeksi oleh Streptococcus beta-hemolyticus grup A maka terhadap antigen asing ini segera terbentuk reaksi imunologik yaitu antibody. Karena sifat antigen ini sama maka antibody tersebut akan menyerang juga komponen jaringan tubuh dalam hal ini sarcolemma myocardial dengan akibat terdapatnya antibody terhadap jaringan jantung dalam serum penderiat DR dan jaringan myocard yang rusak. Salah satu toxin yang mungkin berperanan dalam kejadian DR ialah stretolysin titer 0, suatu produk extraseluler Streptococcus beta-hemolyticus grup A yang dikenal bersifat toxik terhadap jaringan myocard. Beberapa di antara berbagai antigen somatic streptococcal menetap untuk waktu singkat dan yang lain lagi untuk waktu yang cukup lama. Serum imunologlobulin akan meningkat pada penderita sesudah mendapat radang streptococcal terutama Ig G dan A.
4.      Manifestasi Klinik
Dihubungkan dengan diagnosis, manifestasi klinik pada DR akut dibedakan atas manifestasi mayor dan minor.
a.                               Manifestasi Mayor
1)      Karditis. Karditis reumatik merupakan proses peradangan aktif yang mengenai endokardium, miokardium, dan pericardium. Gejala awal adalah rasa lelah, pucat, dan anoreksia. Tanda klinis karditis meliputi takikardi, disritmia, bising patologis, adanya kardiomegali secara radiology yang makin lama makin membesar, adanya gagal jantung, dan tanda perikarditis.
2)      Artritis. Arthritis terjadi pada sekitar 70% pasien dengan demam reumatik, berupa gerakan tidak disengaja dan tidak bertujuan atau inkoordinasi muskuler, biasanya pada otot wajah dan ektremitas.
3)      Eritema marginatum. Eritema marginatum ditemukan pada lebih kurang 5% pasien. Tidak gatal, macular, dengan tepi eritema yang menjalar mengelilingi kulit yang tampak normal.tersering pada batang tubuh dan tungkai proksimal, serta tidak melibatkan wajah.
4)      Nodulus subkutan. Ditemukan pada sekitar 5-10% pasien. Nodul berukuran antara 0,5 – 2 cm, tidak nyeri, dan dapat bebas digerakkan. Umumnya terdapat di permukaan ekstendor sendi, terutama siku, ruas jari, lutut, dan persendian kaki.
b.                              Manifestasi Minor
Manifestasi minor pada demam reumatik akut dapat berupa demam bersifat remiten, antralgia, nyeri abdomen, anoreksia, nausea, dan muntah.
5.      Pemeriksaan Diagnostik/peninjang
a.                               Pemeriksaan darah
1)      LED tinggi sekali
2)      Lekositosis
3)      Nilai hemoglobin dapat rendah
b.                              Pemeriksaan bakteriologi
1)      Biakan hapus tenggorokan untuk membuktikan adanya streptococcus.
2)      Pemeriksaan serologi. Diukur titer ASTO, astistreptokinase, anti hyaluronidase.
c.                               Pemeriksaan radiology
Elektrokardoigrafi dan ekokardiografi untuk menilai adanya kelainan jantung.
6.      Diagnosis
Diagnosis demam reumatik akut ditegakkan berdasarkan kriteria Jones yang telah direvisi. Karena patologis bergantung pada manifestasi klinis maka pada diagnosis harus disebut manifestasi kliniknya, misalnya demam rematik dengan poliatritis saja. Adanya dua kriteria mayor, atau satu mayor dan dua kriteria minor menunjukkan kemungkinan besar demam rematik akut, jika didukung oleh bukti adanya infeksi sterptokokus grup A sebelumnya.
7.      Komplikasi
a.       Dekompensasi Cordis
Peristiwa dekompensasi cordis pada bayi dan anak menggambarkan terdapatnya sindroma klinik akibat myocardium tidak mampu memenuhi keperluan metabolic termasuk pertumbuhan. Keadaan ini timbul karena kerja otot jantung yang berlebihan, biasanya karena kelainan struktur jantung, kelainan otot jantung sendiri seperti proses inflamasi atau gabungan kedua faktor tersebut. Pada umumnya payah jantung pada anak diobati secara klasik yaitu dengan digitalis dan obat-obat diuretika. Tujuan pengobatan ialah menghilangkan gejala (simptomatik) dan yang paling penting mengobati penyakit primer.
b.      Pericarditis
Peradangan pada pericard visceralis dan parietalis yang bervariasi dari reaksi radang yang ringan sampai tertimbunnnya cairan dalam cavum pericard.
8.      Pengobatan/penatalaksanaan
Karena demam rematik berhubungan erat dengan radang Streptococcus beta-hemolyticus grup A, maka pemberantasan dan pencegahan ditujukan pada radang tersebut. Ini dapat berupa :
a.       Eradikasi kuman Streptococcus beta-hemolyticus grup A
Pengobatan adekuat harus dimulai secepatnya pada DR dan dilanjutkan dengan pencegahan. Erythromycin diberikan kepada mereka yang alergi terhadap penicillin.
b.      Obat anti rematik
Baik cortocisteroid maupun salisilat diketahui sebagai obat yang berguna untuk mengurangi/menghilangkan gejala-gejala radang akut pada DR.
c.       Diet
Makanan yang cukup kalori, protein dan vitamin.
d.      Istirahat
Istirahat dianjurkan sampai tanda-tanda inflamasi hilang dan bentuk jantung mengecil pada kasus-kasus kardiomegali. Biasanya 7-14 hari pada kasus DR minus carditis. Pada kasus plus carditis, lama istirahat rata-rata 3 minggu – 3 bulan tergantung pada berat ringannya kelainan yang ada serta kemajuan perjalanan penyakit.
e.       Obat-obat Lain
Diberikan sesuai dengan kebutuhan. Pada kasus dengan dekompensasi kordis diberikan digitalis, diuretika dan sedative. Bila ada chorea diberikan largactil dan lain-lain.

KONSEP KEPERAWATAN
1.      Pengkajian
Lakukan pengkajian fisik rutin. Dapatkan riwayat kesehatan, khususnya mengenai bukti-bukti infeksi streptokokus antesenden. Observasi adanya manifestasi demam rematik.
2.      Diagnosa Keperawatan
a.       Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan disfungsi myocardium
b.      Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan proses infeksi penyakit.
c.       Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia.
d.      Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi.
3.      Rencana Keperawatan
a.       Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan disfungsi myocardium
Tujuan : Pasien dapat menunjukkan perbaikan curah jantung.
Intervensi Rasional :
v  Beri digoksin sesuai instruksi, dengan menggunakan kewaspadaan yang sudah ditentukan untuk mencegah toksisitas.
v  Kaji tanda- tanda toksisitas digoksin (mual, muntah, anoreksia, bradikardia, disritmia)
v  Seringkali diambil strip irama EKG
v  Jamin masukan kalium yang adekuat
v  Observasi adanya tanda-tanda hipokalemia
v  Beri obat-obatan untuk menurunkan afterload sesuai instruksi Dapat meningkatkan curah jantung
Untuk mencegah terjadinya toksisitas
v  Mengkaji status jantung
v  Penurunan kadar kalium serum akan meningkatkan toksisitas digoksin
b.      Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan proses infeksi penyakit.
Tujuan : Suhu tubuh normal (36 – 37’ C)
Intervensi Rasional :
v  Kaji saat timbulnya demam
v  Observasi tanda-tanda vital : suhu, nadi, TD, pernafasan setiap 3 jam
v  Berikan penjelasan tentang penyebab demam atau peningkatan suhu tubuh
v  Berikan penjelasan pada klien dan keluarga tentang hal-hal yang dilakukan
v  Jelaskan pentingnya tirah baring bagi klien dan akibatnya jika hal tersebut tidak dilakukan
v  Anjurkan klien untuk banyak minum kurang lebih 2,5 – 3 liter/hari dan jelaskan manfaatnya
v  Berikan kompres hangat dan anjurkan memakai pakaian tipis
v  Berikan antipiretik sesuai dengan instruksi Dapat diidentifikasi pola/tingkat demam
v  Tanda-tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadan umum klien
v  Penjelasan tentang kondisi yang dilami klien dapat membantu mengurangi kecemasan klien dan keluarga
v  Untuk mengatasi demam dan menganjurkan klien dan keluarga untuk lebih kooperatif
v  Keterlibatan keluarga sangat berarti dalam proses penyembuhan klien di RS
v  Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan cairan tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak
v  Kompres akan dapat membantu menurunkan suhu tubuh, pakaian tipis akan dapat membantu meningkatkan penguapan panas tubuh
v  Antipiretika yang mempunyai reseptor di hypothalamus dapat meregulasi suhu tubuh sehingga suhu tubuh diupayakan mendekati suhu normal
c.       Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi, klien mampu menghabiskan makanan yang telah disediakan.
Intervensi Rasional :
1)      Kaji faktor-faktor penyebab
2)      Jelaskan pentingnya nutrisi yang cukup
3)      Anjurkan klien untuk makan dalam porsi kecil dan sering, jika tidak muntah teruskan Lakukan perawatan mulut yang baik setelah muntah
4)      Ukur BB setiap hari
5)      Catat jumlah porsi yang dihabiskan klien
6)      Penentuan faktor penyebab, akan menentukan intervensi/ tindakan selanjutnya
7)      Meningkatkan pengetahuan klien dan keluarga sehingga klien termotivasi untuk mengkonsumsi makanan
8)      Menghindari mual dan muntah dan distensi perut yang berlebihan
9)      Bau yang tidak enak pada mulut meningkatkan kemungkinan muntah
10)  BB merupakan indikator terpenuhi tidaknya kebutuhan nutrisi
11)  Mengetahui jumlah asupan/pemenuhan nutrisi klien
d.      Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi.
Tujuan : Nyeri berkurang atau hilang
Intervensi Rasional :
1)      Kaji tingkat nyeri yang dialami klien dengan memberi rentang nyeri (1-10), tetapkan tipe nyeri dan respon pasien terhadap nyeri yang dialami
2)      Kaji faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi pasien terhadap nyeri
3)      Berikan posisi yang nyaman, usahakan situasi ruangan yang tenang
4)      Berikan suasana gembira bagi pasien, alihkan perhatian pasian dari rasa nyeri (libatkan keluarga)
5)      Berikan kesempatan pada klien untuk berkomunikasi dengan teman/ orang terdekat
6)      Berikan obat-obat analgetik sesuai instruksi Untuk mengetahui berapa tingkat nyeri yang dialami
7)      Reaksi pasien terhadap nyeri dapat dipengaruhi oleh berbagai factor begitupun juga respon individu terhadap nyeri berbeda dan bervariasi
8)      Mengurangi rangsang nyeri akibat stimulus eksternal
9)      Dengan melakukan aktifitas lain, klien dapat sedikit melupakan perhatiannya terhadap nyeri yang dialami
10)  Tetap berhubungan dengan orang-orang terdekat/teman membuat pasien gembira / bahagia dan dapaty mengalihkan perhatiannya terhadap nyeri
11)  Mengurangi nyeri dengan efek farmakologik

DAFTAR PUSTAKA
Arief Mansjoer,dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Ed. 3. Penerbit Media
Aesculapius FKUI. Jakarta.
Smeltzer Bare, dkk. 2000. Keperawatan Medikal Bedah. EGC. Jakarta.
Wong Donna L. 2004. Keperawatan Pediatrik. EGC. Jakarta